Warga Kawasan Wonorejo sambut ajakan Pemkab untuk diskusi

Foto: wartablora.com

Ratusan kepala keluarga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Kawasan Wonorejo mengadakan jumpa pers di pondok pesantren Al-Muhammad Cepu, Kamis (21/3/2019).

Kamis, 21 Maret 2019 17:36 WIB

CEPU (wartablora.com)—Ratusan kepala keluarga di kawasan Wonorejo, Cepu yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Kawasan Wonorejo menyambut baik ajakan Pemerintah Kabupaten Blora untuk melakukan pertemuan guna mendiskusikan penyelesaian sengketa tanah. Hal ini disampaikan Ketua Forum, Harpono saat menggelar jumpa pers di Ponpes Al-Muhammad Cepu, Kamis (21/3/2019).

"Kami menyambut baik upaya yang dilakukan Bupati Blora melalui Pak Wakil Bupati, dan semoga awal pekan depan sudah ada solusi terbaik untuk kami," ucap Harpono, didampingi puluhan warga lainnya.

Kendati demikian, warga, kata Harpono tetap bersikukuh untuk mendapatkan hak kepemilikan atas tanah yang telah ditinggali tanpa membayar ganti rugi.

"Dasar hukum kami adalah Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa seseorang yang menguasai fisik tanah selama 20 tahun secara terus menerus dapat mendaftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah tersebut. Maka kami menginginkan tanah yang telah kami tempati lebih 20 tahun bisa kami miliki secara gratis dengan bisa diterbitkannya sertifikat hak milik," kata Harpono.

Untuk mempermudah diterbitkannya sertifikat hak milik tanpa adanya ganti rugi ke Pemerintah Kabupaten Blora, Harpono menyatakan acuannya dengan peraturan presiden nomor 86 tahun 2018 tentang reforma agraria.

"Kami menuntut agar tanah seluas 81,835 hektar di kawasan Wonorejo ditetapkan sebagai tanah objek reforma agraria, yang nantinya diterbitkan sertifikat hak milik untuk rakyat yang mendiami kawasan tersebut," tandasnya.

Mengacu pada peraturan tersebut, tanah objek reforma agraria adalah tanah yang dikuasai oleh negara dan/atau tanah yang telah dimiliki oleh masyarakat untuk diredistribusi atau dilegalisasi. Sementara tujuan dari reforma agraria sendiri disebutkan untuk menangani sengketa dan konflik agraria.

"Kami tetap berharap pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Blora bisa membuahkan hasil yang positif bagi kami, sehingga kami tidak perlu mengagendakan 1 April," kata Harpono.

Agenda 1 April yang dimaksud Harpono adalah agenda aksi massa besar-besaran mendatangi Kantor Bupati Blora dengan mengerahkan berbagai elemen di masyarakat, termasuk di dalamnya pengerahan massa dari Organisasi Massa Lidah Tani, Serikat Penarik Becak dan Becak Motor, juga kelompok masyarakat yang diklaim sebagai korban kebijakan Pemerintah Kabupaten Blora.

Sebelumnya, Rabu (20/3/2019) petang, Wakil Bupati Blora Arief Rohman diutus Bupati Blora Djoko Nugroho untuk mendatangi warga di Pondok Pesantren Al-Muhammad Cepu guna menyampaikan ajakan berdialog.

"Pada intinya, warga punya aspirasi, kita dampingi. Kendati demikian kita tetap ada dalam koridor aturan hukum yang ada," kata Arief, Kamis petang.

Pemerintah Kabupaten Blora, kata Arief, telah menjadwalkan Senin (25/3/2019) untuk melakukan pertemuan dengan warga guna mendiskusikan lebih jauh upaya penyelesaian persoalan tersebut.

"Kalau bisa ditempuh dengan jalan damai, berdialog dan berdiskusi, tidak perlu demo secara besar-besaran," ujarnya.

Pertemuan Senin pekan depan akan dijadwalkan siang hari. "Pertemuan dialog kita lakukan di Cepu, biar warga tidak perlu repot-repot ke Blora. Nanti lengkap ada Forkopimda," imbuhnya.

Forkopimda akronim dari forum komunikasi pimpinan daerah. Di dalamnya terdapat pimpinan lembaga legislatif, pimpinan kejaksaan, pimpinan kepolisian, dan pimpinan TNI, di samping pimpinan pemerintah. (*)